Jumat, 30 Januari 2009

Superioritas Jambu Biji dan Buah Naga

tulisan ini dimuat di harian Suara Merdeka (RAGAM), Jumat, 12 Sept 2008


Oleh Pratomo

Selain memerlukan asupan gizi (protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral) untuk menunjang kehidupan dan kesehatan sehari-hari, tubuh kita juga memerlukan kandungan zat aktif dalam pangan fungsional. Zat aktif tersebut antara lain antioksidan dalam asam asorbat, karoten, dan anthocyanin, serta serat pangan dalam bentuk pektin. Di antara buah dan sayuran, ternyata jambu biji dan buah naga menempati peringkat teratas sebagai buah penyedia manfaat dari pangan fungsional.

ISTILAH pangan fungsional memang belum begitu akrab di Indonesia. Cabang baru dari ilmu pangan dan kesehatan ini mulai diperkenalkan di Indonesia awal tahun 2000-an. Terminologi pangan fungsional lahir di Jepang, yang mana konsep pangan digunakan secara spesifik untuk kesehatan, disebut dengan foshu, dan selesai dirumuskan tahun 1991.

Pangan fungsional bisa didefinisikan dalam tiga syarat. Pertama, mempunyai penampilan yang serupa dengan makanan konvensional pada umumnya, serta terbukti memiliki manfaat fisiologis dan/atau mengurangi risiko penyakit kronis, di luar fungsi dasarnya sebagai penyedia nutrisi.

Kedua, produk yang mengandung ramuan khusus, yang menawarkan manfaat pengobatan pada konsumen dan tercakup pada makanan sehari-hari. Ketiga, suatu makanan dapat dihargai sebagai pangan fungsional jika secara memuaskan bisa menunjukkan satu atau lebih pengaruh yang bermanfaat bagi fungsi tubuh, di luar nilai gizi yang dipenuhi, dengan cara meningkatkan kesehatan dan kebugaran atau mengurangi risiko penyakit.

Kalau bahan aktif yang bermanfaat dalam pangan fungsional itu diambil, dikumpulkan, dan diformulasikan seperti obat (serbuk, sirup, kapsul, pil), maka bentuk baru tersebut disebut nutraseutikal. Istilah ini diperkenalkan Stephen DeFelice MD, tahun 1989, didefinisikan sebagai suatu produk hasil dari isolasi dan purifikasi pangan yang umumnya dijual dalam bentuk serupa obat, biasanya tak dianggap sebagai makanan.

Sebagai ciri dari nutraseutikal ditunjukkan dengan mempunyai manfaat fisiologis atau dapat melawan penyakit-penyakit kronis (Retnaningsih, 2007).
Rupanya jambu biji dan buah naga termasuk salah satu buah terbaik yang termasuk dalam kategori pangan fungsional. Keduanya mengandung zat aktif dengan konsentrasi yang termasuk dalam pangan fungsional. Zat aktif tersebut adalah antioksidan dalam asam asorbat (bakal vitamin C), karoten (bakal vitamin A) dan anthocyanin, dan serat pangan dalam bentuk pektin.

Buah naga merah dan jambu biji merah lebih disukai konsumen. Selain rasanya lebih enak, juga kaya mikronutrien. Pada penelitian mengenai total kandungan fenolik (TSP) aktivitas antioksidan dan antiproliferatif buah naga merah dan jambu biji merah pada sel melanoma, berhasil disimpulkan kalau kedua buah tersebut merupakan sumber utama antioksidan dan agen antikanker.

Bahkan TSP dalam daging buah naga merah besarnya sama dengan yang ada pada kulitnya. Makin tinggi nilai TSP, makin tinggi pula aktivitas antioksidan. Antioksidan berperan dalam tubuh manusia untuk menetralkan radikal bebas, yang dapat membahayakan kelangsungan kehidupan manusia. Dari hasil penelitian diketahui, nilai TSP dan TAA (total asam asorbat) jambu biji dan buah naga menduduki peringkat atas. Jambu biji merah di peringkat pertama, dan buah naga merah di peringkat keempat.

Zat aktif penting lainnya adalah serat pangan. Serat pangan dalam makanan punya keuntungan bagi kesehatan. Dampak fisiologis dari ketidakcukupan serat konsumsi serat adalah sembelit, peningkatan risiko penyakit jantung, dan peningkatan fluktuasi hormon insulin dan glukosa darah.

Dengan stabilnya hormon insulin dan glukosa darah oleh pektin (serat pangan) menjadikan jambu biji dan buah naga amat baik untuk penderita diabetes. Selain itu konsumsi makanan yang mengandung pektin terbukti dapat mengurangi berat badan karena kaya akan serat yang mudah larut
Buah dan sayuran dalam pangan manusia sangat menguntungkan, karena kandungan serat pangan dapat mengendalikan beberapa jenis kanker. Besarnya asupan konsumsi serat berkaitan dengan pola makan kini ditentukan dengan satuan adequate intakes (AI) untuk serat pangan didasarkan pada 14 gr/1.000 kalori. US-FDA menyaratkan nilai daily reference value (DRV) pada label makanan untuk kandungan serat adalah 25 gr/2.000-diet kalori.

Memasukkan sumber pangan fungsional berupa jambu biji dan buah naga ke dalam daftar menu harian secara berselang-seling akan membawa manfaat besar, di mana zat-zat aktif yang dimilikinya dapat menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas tubuh kita dari serangan penyakit. (32)

—Pratomo, mahasiswa Program Magister Teknologi Pangan Unika Soegijapranata, sekretaris eksekutif Yayasan Obor Tani Indonesia.

Dua Buah Terbaik

JAMBU biji (guava) dan buah naga (dragon fruit) merupakan dua buah terbaik yang memenuhi kriteria sebagai pangan fungsional ketimbang puluhan jenis buah dan sayuran yang ada. Selain mempunyai ‘’kesaktian’’ sebagai pangan fungsional, jambu biji dan buah naga memiliki keunggulan yang jarang dimiliki buah/sayur. Misalnya, kemudahan dalam bercocok tanam, produktivitas tinggi, dan berbuah sepanjang tahun.

Meski tidak berasal dari Indonesia, kedua tanaman buah ini mampu berkembang pesat dan mempunyai kandungan nutrisi lebih baik daripada tempat asalnya.

Jambu biji (Psidium guajava L) berasal dari daerah tropis Amerika Latin, kemudian menyebar ke seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, mulai dari tepi pantai hingga pedalaman pegunungan. Di Indonesia kebanyakan ditanam di pekarangan, meskipun kini banyak yang mengebunkan setelah buah ini populer.

Jika sudah matang, kulit buahnya berbau harum dan sangat tipis. Biasanya ikut dimakan dan mengandung banyak serat pangan dan antioksidan. Warna kulitnya hijau terang hingga kuning muda dengan warna daging putih, kuning, merah muda, dan merah.

Daging buahnya ada dua jenis, yaitu berwarna putih dan merah, dengan biji mengumpul di tengahnya. Jambu biji berbuah hampir sepanjang tahun, dengan puncak panen pada musim panas.

Sedangkan buah naga termasuk tanaman sukulen yang masih dalam keluarga besar kaktus. Tanaman dengan buah tercantik dalam keluarganya ini, umumnya dimakan sebagai buah segar. Disebut buah naga, karena bentuknya mirip bola api naga, binatang dewa imajiner dalam budaya di kawasan ini.

Buah Naga
Tanaman ini aslinya berasal dari selatan Meksiko, wilayah pasifik dari Guatemala, El Savador, dan Kosta Rika. Umumnya ditanam di sepanjang dataran rendah tropis di benua Amerika. Warna dagingnya bervariasi, tergantung varietasnya.

Misalnya Hylocereus undatus yang berdaging buah putih, dengan kulit merah. Ini merupakan varietas umum, yang memiliki tingkat kemanisan terendah dibandingkan dengan varietas lainnya.

Ada juga yang daging buahnya putih dan berkulit merah (Selenicereus megalanthus). Varietas ini memiliki tingkat kemanisan yang tertinggi, meski ukuran buahnya terkecil.

Jenis lainnya adalah Hylocereus polyrhizus atau Hylocereus costaricensis, yang daging buahnya merah/ungu, dengan kulit merah. Mahkota bunganya terbesar. Demikian pula ukuran buahnya, yang bisa mencapai lebih dari 1 kg.

Buah naga sangat mudah dibudidayakan, dengan pengembangbiakan melalui stek. Dengan bahan organik yang cukup, sudah bisa tumbuh dengan baik, ditambah tiga persyaratan utama yaitu: tanah yang porous, intensitas matahari yang penuh (12-14 jam), adanya tiang penyangga. Se-bagai anggota keluarga tanaman sukulen, buah naga tidak membutuhkan banyak air. Air yang ber-lebihan dapat mengakibatkan busuk batang dan busuk akar. Baik jambu biji maupun buah naga mengandung zat aktif dengan konsentrasi yang termasuk dalam kategori pangan fungsional.

Zat aktif tersebut adalah antioksidan dalam asam asorbat (bakal vitamin C), karoten (bakal vitamin A) dan Anthocyanin, dan serat pangan dalam bentuk pektin.

Sumber
http://www.unika.ac.id/pasca/pmtp/?m=20080912